Jumat, 14 Desember 2012

Parade Gandrung Sewu Banyuwangi

Banyuwangi sering diidentikkan dengan Gandrung. dan Gandrung secara khusus dipilih untuk menceritakan Banyuwangi kepada Indonesia dan dunia. Sebuah sendratari yang disuguhkan untuk menggambarkan kekayaan budaya dan pariwisata yang ada di Banyuwangi.Gandrung sendiri adalah pagelaran berupa sendratari. Tari Jejer Gandrung dalam berbagai macam versi, antara lain Jejer Jaran Dawuk dan Jejer Gandrung Dor, merupakan tarian yang merupakan ikon khas Banyuwangi yang sudah sangat dikenal. Sebagai kesenian asli Banyuwangi, Gandrung banyak dibawakan masyarakat Banyuwangi, mulai dari usia kanak-kanak hingga dewasa.

Besarnya perhatian terhadap Gandrung maka perlu disediakan media aktualisasi secara masal bagi para penari Gandrung yang ada di Banyuwangi. Hal ini sekaligus juga untuk lebih mengenalkan dan menguatkan Gandrung sebagai bagian yang tidak terpisah dari sebuah cerita tentang Banyuwangi.Sedikit gambaran tentang Gandrung Banyuwangi, iringan perpaduan bunyi gong, kluncing, biola dan kendhang yang dipadupadankan dengan elektone menciptakan nada rancak yang begitu memikat. Dua penari perempuan lengkap memakai seragam kebesaran tari Gandrung Banyuwangi seolah menyatu dengan musik, menggoda penonton yang tak sabar diajak bergabung dalam tarian.
Malam menjelang subuh, para penari Gandrung dan tamu justru semakin terbawa suasana. Riuh suara pengudang yang berperan memberi iringan panjak (pemberi semangat) serta efek kocak dalam setiap gerakan seakan meminta para penari untuk lebih berani melakukan gerakan. Lenggak-lenggok penari mengisyaratkan esensi dari seni tarian ini, yakni perwujudan rasa syukur manusia atas pemberian Sang Khalik. 

Suguhan kolosal ini diadakan pada hari Sabtu, 17 November 2012 pukul 15.00 di Pantai Boom, Banyuwangi yang hanya berjarak sekitar 2 km dari dari pusat kota. Dari pantai tersebut, pengunjung bisa menikmati pemandangan Selat Bali dan pulau Bali dari kejauhan.

Parade Gandrung Sewu ini, sesuai dengan judulnya, akan melibatkan lebih dari 1000 orang penari yang terdiri dari pelajar tingkat SD hingga SMA, selain dari para musisi berupa penabuh gamelan dan sinden. Seluruh pengisi acara akan beraksi di tepi pantai, menjejakkan kaki di pasir pantai, tanpa beralaskan panggung. Pertunjukan ini akan berlangsung selama kurang lebih 80 menit. Di sesi awal, pengunjung akan disuguhkan berbagai macam kesenian lokal. Sesi berikutnya, akan dimulai dari kemunculan Gandrung hingga prosesi bagaimana seorang penari ditasbihkan menjadi Gandrung. Performance ini akan diakhiri dengan tarian massal 1000 Gandrung dan ditutup dengan Seblang Subuh, sebagai bagian akhir sebuah pertunjukan Gandrung yang sarat dengan filosofi dan religius.

Tari salah satu penari Gandrung tersebut mengatakan "Acara ini merupakan ciri khas dari kota Banyuwangi untuk menarik minat wisatawan lokal maupun asing untuk berkunjung ke kota ini". Gandrung sendiri merupakan kesenian peninggalan Majapahit yang menjadi pagelaran yang disuguhkan di istana. Gandrung berarti kekaguman. Kekaguman ini ditujukan kekaguman pada Dewi Sri. Banyuwangi saat itu merupakan wilayah yang makmur, dimana hasil panennya selalu melimpah. Filosofi penghormatan terhadap Sewi Sri inilah yang menjadi spirit masyarakat untuk mengembangkan Gandrung. Pada awal perkembangannya, Gandrung dibawakan oleh remaja putra (bukan wanita), karena pertunjukan itu dilakukan saat malam hari di saat bulan purnama. Penari Gandrung lanang yang paling termasyur bernama Marsan yang menari sampai akhir hayatnya, dan dikenal dengan Gandrung Marsan. Sedangkan penari Gandrung wanita pertama adalah Semi yang mulai menari pada tahun 1895. Semi jadi penari Gandrung setelah sakit dan berhasil sembuh setelah diadakan ritual Seblang. Mulai saat itulah Semi menjadi penari Seblang keliling dan kemudian berevolusi menjadi penari Gandrung.


Yang harus kita petik dari sini adalah makna yang tersembunyi dari kelahiran setiap kreasi budaya. Ada nilai perjuangan, harapan dan cita-cita yang melandasi sikap dan sifat nenek moyang kita sampai bisa menembus batas lini waktu. Dari satu generasi ke generasi lainnya, dari satu jaman ke jaman lainnya, gandrung dapat tetap bertahan sebagai pondasi budaya perjuangan meski semakin terdesak eksistensinya.

(Queen/09220248/ diolah dari berbagai sumber)

2 komentar:

  1. wah, menarik juga info wisatanya.
    Kalau mau membaca beberapa artikel tentang hobi yang bisa menunjang ke-pariwisata-an bisa kunjungi blog kami dorongdepan.blogspot.com..
    :)

    BalasHapus
  2. Okke
    Terima kasih atas kunjungannya ^_^

    BalasHapus